KINERJA DPR
Jakarta, Kompas - Dari 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014, tidak semuanya berkinerja kurang dan membuat citra Dewan terpuruk. Namun, anggota DPR yang berusaha berbuat baik, menyuarakan aspirasi rakyat, dan tak berperilaku negatif pun tersisih. Partai politik kurang memerhatikan dan mengutamakan mereka sehingga tak jarang anggota DPR itu frustrasi.
Demikian kesimpulan yang bisa ditarik dari percakapan Kompas secara terpisah dengan anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) DPR, Eva Kusuma Sundari; anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Malik Haramain; anggota Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo; Koordinator Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang; dan ahli hukum tata negara Irman Putra Sidin di Jakarta, Senin (18/4). Mereka menanggapi berita kualitas anggota DPR yang dilaporkan rendah (Kompas, 18/4).
Bambang dan Eva mengakui, di tengah citra negatif DPR, akibat rendahnya kinerja, masih ada sebagian wakil rakyat yang bekerja untuk kepentingan rakyat. Namun, mereka menghadapi tekanan dari kepentingan kekuasaan, terutama saat bersikap kritis.
”Menjadi anggota DPR yang benar-benar bekerja untuk rakyat itu tak mudah. Ketika mau menjalankan fungsi pengawasan terhadap pemerintah, misalnya, anggota Dewan menerima tekanan bertubi-tubi. Beberapa anggota bahkan mendapatkan intimidasi,” kata Bambang.
Menurut Eva, ada banyak tirani di DPR, seperti tirani komisi, tirani fraksi, dan tirani partai. Berbagai tirani ini memunculkan kecenderungan tidak adanya hadiah dan hukuman yang jelas untuk anggota DPR. Partai lebih menghargai anggota yang menyenangkan pimpinan dan bukan yang menyuarakan kepentingan rakyat.
Malik menambahkan, ia dapat memahami jika belakangan ini masyarakat mencitrakan buruk DPR. Namun, penilaian itu telah membuat sejumlah anggota DPR tak percaya diri saat berhadapan langsung dengan rakyat.
Menurut Malik, ada dua sebab saat ini DPR dicitrakan buruk. Pertama karena DPR gagal memenuhi harapan rakyat tentang lembaga legislatif. Kedua, banyak anggota DPR yang tidak disiplin dan berkinerja rendah.
”Ada anggota DPR yang menangis dan cerita kepada saya soal betapa mereka hanya bagian kecil dan ingin benar-benar bekerja untuk rakyat. Saking sedihnya, malah ada di antara mereka yang ingin mengundurkan diri karena lembaganya begitu jelek di mata rakyat,” ujar Sebastian.
Menurut dia, kepada sekelompok kecil anggota DPR itulah rakyat masih bisa menaruh harapan bahwa DPR bakal benar-benar mendedikasikan kerjanya untuk rakyat. ”Kami sebenarnya masih menaruh harapan, entah kepada DPR periode sekarang atau periode mendatang,” katanya. Masih ada harapan untuk memperbaiki DPR.
Akibat partai
Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti menilai, citra buruk DPR saat ini sebagai akibat partai terus melindungi kader mereka. Pemilu juga tak dianggap sebagai mekanisme reward and punishment untuk para anggota DPR. ”Saat ini anggota DPR yang berprestasi malah tak terpilih karena parpol menempatkan mereka di daerah pemilihan yang bukan basis mereka atau nomor urutnya diturunkan. Jadi, anggota DPR yang tak berkualitas tak khawatir tidak terpilih kembali,” kata Ray.
Di sisi lain, anggota DPR yang meruntuhkan harkat dan martabat Dewan, seperti koruptor, harus diberhentikan. Badan Kehormatan DPR dan fraksi, menurut Ray, harus memanggil dan mendorong pemberhentian mereka, bukan jadi pelindung koruptor.
Bahkan, semestinya saat menjadi tersangka korupsi, anggota DPR sudah harus mengundurkan diri. Ini harus dibudayakan atau wibawa DPR semakin runtuh.
Secara terpisah, Senin di Jakarta, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, yang pernah menjadi anggota DPR, mengakui, anggota Dewan umumnya tak menguasai semua masalah. Karena itu, anggota DPR harus dibantu staf ahli. Bahkan, apabila negara memiliki dana, seorang anggota DPR boleh didampingi 10 staf ahli agar lebih berbobot. Namun, saat ditanya anggota DPR sekarang memiliki lebih banyak staf daripada anggota DPR periode lalu, tetapi masih kurang berkualitas, dia menolak berkomentar.
Malik mengakui, kondisi DPR saat ini membuatnya tak nyaman dan tak bisa fokus dalam bekerja. Semua yang dilakukan cenderung dinilai negatif oleh rakyat. ”Ada perasaan tidak percaya diri saat berhadapan dengan rakyat. Semua yang kami sampaikan akan ditanggapi apatis,” ujarnya.
Namun, Malik mengaku, untuk mengubah DPR menjadi lebih positif bukan soal mudah. Ada banyak kepentingan dan pemikiran di lembaga itu.
Irman Putra Sidin menuturkan, siapa pun yang sekarang menjadi anggota DPR akan sulit mengubah lembaga itu menjadi lebih positif. Ini karena masalah di DPR terkait dengan sistem.
”Masalahnya, penentu DPR saat ini bukan di Gedung DPR di kawasan Senayan, tetapi di sejumlah tempat, seperti di Cikeas (rumah pribadi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono), Lenteng Agung (Kantor DPP PDI-P), atau Slipi (Kantor DPP Golkar). Akibatnya, banyak anggota DPR merasa tidak dapat berbuat banyak hingga memilih duduk manis saja atau bahkan membuka situs porno saat sidang,” kata Irman.
Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Fadli Zon mengatakan, keterpurukan kinerja dan kualitas DPR saat ini merupakan tanggung jawab parpol. Parpol sebenarnya bisa membantu agar kadernya di DPR bisa memperbaiki kinerja dan kualitas mereka. ”Harus ada reward and punishment dari parpol terhadap anggotanya. Ukurannya dari seberapa bisa anggota DPR memperjuangkan kepentingan rakyat,” katanya.
(nwo/bil/ina/why/iam)
0 comments:
Posting Komentar