Senin, 27 Juni 2016

Satryo Soemantri Brodjonegoro: Kebebasan Pendidikan Masih Terkekang Undang-Undang





Ruang gerak kademisi perguruan tinggi masih terkekang di bawah penetapan Undang-Undang dan Peraturan Menteri. (dok. Edulab)  




JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kebebasan dalam dunia pendidikan rasanya masih sangat terkekang. Kebebasan yang seharusnya dimiliki para akademisi termasuk Guru Besar, mahasiswa, dosen, hingga dalam hal pemilihan rektor masih dibatasi ketat oleh Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, hingga SK Dirjen.Hal ini diutarakan oleh Prof. Dr. Satryo Soemantri Brodjonegoro pada hari Sabtu (1/6) lalu di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, pada seminar bertema "Pembangunan Pendidikan: Di Mana Peran Perguruan Tinggi dan Ilmuwan". Acara seminar yang diadakan Asosiasi Profesor Indonesia (API) itu merupakan rangkaian seminar sehari dengan mengambil tema besar "Asia sebagai Pusat Peradaban dan Pembangunan Dunia: Di Mana Posisi Indonesia?"."Oleh karena itulah, perguruan tinggi harus inovatif dan memiliki visi misi jelas. Kalau sekarang kampus-kampus kita tidak punya visi misi. Misi mereka lebih cenderung mengikuti misi pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan bukan visi misi masing-masing institusi," kata Satryo.Ia menyayangkan, mengingat bahwa dosen dan mahasiswa adalah kunci keberhasilan kampus, dosennya hebat, guru besarnya hebat, student-nya expert. Itu hanya bisa terwujud jika kampus menerapkan otonomi.Prof. Dr. Satryo yang pernah menjabat Dirjen Perguruan Tinggi, mengatakan Perguruan Tinggi bukan kantor dan bukan pula perusahaan. Statusnya unik sehingga perlu status khusus. Mahasiswa bukan obyek pendidikan tetapi pelaku pendidikan.Perguruan tinggi memiliki masalah yang kompleks karena begitu banyak aktivitasnya, ada yang profit, non profit, sosial, dan yang diurus itu orang muda semua."Oleh karena itulah, intitusi pendidikan tidak bisa menggunakan pola komando karena mahasiswa membuat riset, terlibat dalam kegiatan ekonomi, perubahan sosial, dan sebagainya, sehingga lebih baik mencoba mendesain suatu sistem yang loosely coupled," katanya lagi.Menurut Satryo, kampus seharusnya sangat dinamis terhadap perubahan yang ada dan memberikan kebebasan pada dosen-dosennya. Dia mencoba membandingkan dengan kondisi anak SD yang jago menghapal, patuh kepada guru, tetapi nol dalam pengalaman."Itu semua terwujud karena kurikulum dibuat supaya anak-anak lebih patuh dan status dosen dirancang sebagai pegawai yang tidak memiliki jenjang karier," tegasnya.
Penulis: Reporter Satuharapan 10:20 WIB | Senin, 03 Juni 2013
sumber : http://www.satuharapan.com  

0 comments:

Posting Komentar