Penaclaret.com – Jean-Joseph Jacotot adalah seorang pedagog Prancis dan inovator metode pendidikan universal. Jacotot lahir di Dijon pada tanggal 4 Maret 1770 dan wafat tanggal 30 Juli 1840 di Paris. Jacotot memulai karir sebagai guru dan matematikawan, dan dia ditunjuk menjadi subdirektur di Sekolah Politeknik (Ecole Polytechnique) di Dijon (1795), yang mana, di tempat itu, ia menjadi profesor metode sains, Sastra Latin dan Yunani, dan Hukum Romawi.
Selama perang Napoleon, dia masuk dan menjadi tentara, kemudian naik pangkat menjadi kapten artileri; dia kemudian menjadi sekretaris militer dan direktur militer École Normale. Dia juga pernah terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (member of Chamber of Deputies). Pada tahun 1818, ia menjadi dosen bahasa dan sastra Prancis di Universitas Katolik Leuven (Louvain).
Jacotot adalah seorang guru yang menjalankan
profesinya dengan penuh kesadaran akan pentingnya pedagogi bagi anak (Wibowo,
2013:22). Atas profesinya itu, Jacotot sangat bertanggungjawab dan sadar bahwa
tugas seorang guru adalah mentransfer pengetahuan kepada anak didik. Akan
tetapi, Jacotot memahami dengan baik bahwa seorang guru tidak boleh memaksa
anak didiknya dengan pengetahuan yang sama sekali tidak diketahui oleh anak
didik agar anak didik tersebut terisi dengan pengetahuan.
Maksud Jacotot adalah agar anak bertumbuh menjadi
generasi yang kreatif dan merdeka, dan bukannya menjadi generasi yang pintar
mengulang-ulang apa yang diberikan oleh gurunya. Jacotot tahu bahwa mengajar
bukan sekadar menjejalkan sedikit pengetahuan dan lalu meminta para siswa untuk
mengulangnya seperti burung beo, tetapi Jacotot juga tahu bahwa para siswa
harus menghindari cara berpikir memutar yang mana pikiran para siswa masih
belum mampu membedakan mana yang inti dari sampingan, yang sebab dari akibat (Rancière,
1991:3).
Intinya, seorang guru haruslah menggunakan metode
penjelasan. Guru wajib memberi penjelasan kepada para murid agar terjadi proses
transfer pengetahuan dari guru yang tahu ke murid yang belum tahu, dan pada
saat yang sama membuat para murid mampu secara bertahap maju dalam memiliki
pengetahuan yang sederhana ke pengetahuan yang lebih kompleks.
Akan tetapi, keyakinan Jacotot atas metode menjelaskan
(explicate) rupanya bukan segala-galanya, runtuh dan sangat problematis. Pada tahun
1815, ketika terjadi perubahan rezim politik di Prancis, Jacotot pindah ke
Belanda dan berapa tahun kemudian (1818) Jacotot mendapat kepercayaan dari raja
Belanda untuk mengajar di Universitas Louvain.
Di situ ia ditugaskan mengajar bahasa Prancis. Cara
mengajarnya sangat dinikmati para murid, dan Jacotot mendapat apresiasi atas
cara mengajarnya itu sehingga para murid bersungguh-sungguh untuk belajar
bersamanya. Yang menjadi persoalan adalah para muridnya tidak tahu bahasa
Prancis dan Jacotot tidak tahu bahasa Belanda (Flemish). Karena itu, tidak ada
bahasa yang mampu membuat Jacotot mengajari apa yang para muridnya cari dari
dia.
Untuk mengatasi hal itu, dibutuhkan suatu benang merah
yang menyatukan antara Jacotot dengan para muridnya. Maka itu, tulis Rancière,
dibutuhkan suatu hal yang sama (a thing in common) yang mampu menjadi jembatan
antar keduanya. Pada saat yang sama, telah diterbitkan buku Télémaque karya
Fénelon edisi dua bahasa (Belanda-Prancis) di Brussel.
Maka, hal yang sama (thing in common) telah ditemukan.
Jacotot membagikan buku tersebut dan meminta kepada para muridnya, sambil
dibantu oleh penerjemah, untuk mempelajari teks bahasa Prancis sambil pula
membaca terjemahan bahasa Belanda. Pada saat mereka telah mempelajari setengah
dari buku terseut, Jacotot meminta para muridnya untuk terus-menerus membacanya
sampai memahami penjelasan dari bacaan tersebut. Kemudian, Jacotot meminta mereka
untuk membaca lanjut keseluruhan buku tersebut agar mereka mengetahui alur
cerita tersebut.Pendidikan Kita?
Pasca ditutupnya sekolah-sekolah, guru-guru kita
menjadi kebingungan dalam menyampaikan materi. Dalam situasi ini, orang-orang
berpikir untuk mencari cara aman agar pembelajaran dapat dilanjutkan kembali.
Mulai dari presiden, menteri pendidikan, para kepala daerah, kepala instansi
pendidikan setempat, hingga guru-guru serta orangtua, diajak untuk mencari
jalan yang baik dan aman. Tapi, hingga saat ini, belum ada cara aman selain
belajar daring (yang makin ke sini makin membosankan). Sekolah daring adalah
satu-satunya jalan bagi para guru untuk menyampaikan materi.
Kelihatan sekali, kalau model pendidikan kita masih
soal bagaimana harus mentransfer data ilmu dari kepala guru ke kepala murid.
Entah dalam situasi pandemi maupun tidak, model pendidikan kita adalah transfer
ilmu.
Pendidikan kita di Indonesia masih menerapkan sistem
transfer pengetahuan. Di masa pandemi maupun masa normal, pendidikan kita masih
berkutat soal bagaimana seorang guru bisa memberikan hasil dari pembelajaran
atau materi yang dimengertinya untuk kemudian di bagikan kepada para muridnya.
Makanya kita sering mendengar ada instansi-instansi
pendidikan kita yang seringkali membuat pelatihan guru-guru agar guru-guru ini
bisa mengajar dengan baik dan para muridnya bisa menangkap semua materi dengan
baik.
Sudah saatnya para penanggungjawab pendidikan di
Indonesia mulai berpikir secara lain tentang pendidikan kita. Tidak perlu lagi
susah-susah mengganti kurikulum atau berpikir keseringan membuat pelatihan
untuk guru-guru.
Masalah pendidikan ada pada bagaimana peserta didik
punya kehendak untuk belajar sesuatu. Dengan ksesetaraan intelegensi yang sama
antara satu murid dengan murid lainnya, tugas guru hanyalah menjadi semacam
fasilitator dalam kelas untuk mengawasi apakah peserta didik memiliki kehendak
untuk belajar atau tidak. Jadi, tugas guru adalah menggali dan menjaga kehendak
peserta didik untuk belajar. Peserta didik harus punya kehendak untuk belajar!
Daftar Pustaka
Rancière, Jacques.
The Ignorant Master. Five Lessons in Intellectual Emancipation.
Diterjemahkan dari Maître Ignorant, oleh Kristin Ross. California: Stanford
University Press, 1991.
Setyo Wibowo, A. “Jacques Rancière: Pengajaran
Universal Alamiah”, Basis 11-12 (2013): 20-28.
Sumber
https://penaclaret.com/jean-joseph-jacotot-kesetaraan-intelegensi-dan-kehendak-untuk-belajar/
0 comments:
Posting Komentar